KARAWANG | SUARAKARAWANG.COM | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang tahun anggaran 2022. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menemukan adanya dugaan kebocoran retribusi dalam pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah ( TPAS) Jalupang.
Dalam penyampaiannya, BPK RI menemukan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang tidak dapat memberikan bukti berupa karcis sesuai dengan
jatah ritase yang telah dibayarkan kepada perusahaan yang memiliki Izin Usaha
Pengelolaan Kebersihan Lingkungan (IUPKL).
Padahal menurut BPK, Karcis tersebut
diperlukan untuk digunakan sebagai penanda masuk ke TPA Jalupang. Jika karcis habis maka perusahaan pemilik IUPKL harus membayar kembali Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan untuk mendapatkan karcis yang baru.
Oleh karenanya, petugas di TPAS Jalupang seharusnya tidak mengizinkan sopir mobil dump truck/pickup pengangkut sampah dari perusahaan swasta untuk masuk dan membuang sampah di TPA Jalupang jika tidak memiliki karcis.
Namun Fakta dilapangan, Hasil pengamatan fisik BPK RI di TPA Jalupang menunjukkan:
1) Truk pengangkut sampah
milik perusahaan pemegang IUPKL tidak ditempeli penanda berupa sticker sehingga
tidak dapat dibedakan antara truk yang memiliki izin dan yang tidak memiliki-izin;
2) Pengelola TPAS Jalupang tidak memiliki data daftar perusahaan pemegang TUPKL yang telah berkontrak dengan DLHK,
3) Sopir truk pengangkut sampah membuang muatan sampah ke TPAS Jalūpang tanpa menyampaikan karcis retribusi kepada petugas TPAS
Diketahui, sebanyak 84 perusahaan yang memiliki IUPKL, masing-masing perusahaan memiliki jatah untuk membuang sampah ke TPAS Jalupang sesuai dengan Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan yang telah dibayarkan.
Jatah pengangkutan sampah tersebut
bervariasi antara 1 sampai 8 ritase/bulan dengan kapasitas satu ritase untuk mobil pick up adalah 3 meter kubik (m³) dan mobil dump truck 6 m³. Dengan tarif retribusinya sebesar Rp60.000,00/m³.
Dikonfirmasi, Pengelola TPAS Jalupang, Sawa atau yang akrab disapa Dewok, membenarkan terkait adanya pemeriksaan BPK tersebut.
“Waktu itu DLHK sempat didemo oleh sopir-sopir pengangkut sampah, kemudian Instruksi dari Kepala DLHK, perusahaan pengangkut sampah yang belum berijin, legalnya (ijinnya) disatupintukan untuk dikelola oleh Obed ( Ida Suharman), orang lingkungan setempat. Namun kelanjutannya, sampai sekarang legal tersebut belum diurus karena masalah anggaran yang belum selesai,” ulas Dewok.
“Dan waktu BPK melakukan pemeriksaan memang kita belum menjalankan karcis, sekarang kita udah berjalan, waktu itu hanya ijin-ijin,” ucapnya lagi
Namun demikian, Dewok tidak membantah akan banyaknya desa -desa yang membuang sampah tanpa ijin (karcis retribusi) ke TPAS Jalupang.
“Benar ada, namun ada wadah, wadahnya yaitu Obed yang ditunjuk pak Kadis waktu itu, ada sekitar 15-20 armada,” ungkapnya.