KARAWANG | SUARAKARAWANG.COM | Ruang meeting (ruang rapat) dan ruang fitness di Kantor KONI Karawang dibangun tanpa adanya Surat Perintah Kerja (SPK), bahkan dengan anggaran yang sangat fantastis. Ruang rapat menelan anggaran sekitar Rp. 375 juta dan ruang fitness sekitar Rp. 175 juta.
Ironisnya, Ketua KONI Karawang, Sayuti Haris, malah menyebut nama mantan Sekretaris KONI Karawang, Rakhmat Gunadi, yang diketahui saat ini sedang menjalani persidangan terkait kasus dugaan pidana korupsi PJU di Dinas Perhubungan Kabupaten Karawang.
Mirisnya lagi, Ketua KONI Karawang, Sayuti Haris menyebutkan, jika para wakil ketuanya yang dijabat oleh tokoh -tokoh penting di Kabupaten Karawang dan sebagian adalah Anggota Dewan, juga kebingungan dengan pembangunan dua ruang yang dibangun tanpa SPK dan melebihi batas anggaran yang sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) KONI Karawang.
Pertanyaannya kemudian, mengapa Ketua dan Wakil Ketua KONI Karawang seolah kalah power / kalah pengaruh, hanya oleh seorang Sekretaris, sehingga membiarkan saja pembangunan berjalan melanggar aturan, jika memang tidak ada persetujuan atau kesepakatan antar para pengurus lainnya?.
Lalu, jika benar biaya pembangunan dua ruang tersebut melebihi dari anggaran yang sudah dianggarkan dalam RKA?, bagaimana KONI Karawang kemudian bertanggungjawab terhadap pihak pelaksana pekerjaan?.
Sebelumnya, melalui sambungan teleponnya, Haris membenarkan jika kedua bangunan tersebut dikerjakan tanpa adanya SPK dan tandatangan dirinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Benar ada dua pembangunan satu ruang rapat dan satu gudang yang dijadikan tempat fitness,” kata Haris membenarkan.
“Untuk kedua pembangunan ini belum ada pembicaraan khusus karena waktu itu saya larang untuk dibangun, namun pak Gunadi (Sekretaris KONI sebelumnya) memaksakan diri, makanya kalau ada apa-apa saya melibatkan wakil ketua untuk membahasnya. Karena bulan besok saja, masa jabatan saya sudah habis,” ujarnya lagi.
Terkait SPK dan sebagainya, diakui Haris dirinya memang belum menandatangani apapun yang menjadi syarat-syarat pekerjaan. Termasuk ketika pihak pelaksana (pemborong) meminta tanda tangan untuk pembayaran, Haris juga mengaku menolak.
“Benar tidak ada SPK, Pemborongnya datang ke saya minta tandatangan penagihan pun. Ya, saya gak mau, karena saya gak tahu apa-apa, saya gak berani. Kalau saya tanda tangan malah saya nanti yang disangka punya hutang,” ungkap Haris, seraya mengatakan jika dirinya tidak mengetahui secara pasti siapa pihak pelaksana pekerjaan dua ruang tersebut.
“Belum kami bayar. Bahkan waktu itu saya juga panggil pak Undang ( Bagian Sekretariat Forum Ahli Pengadaan Karawang Setda Kabupaten Karawang). Dan kata beliau memang harus diperhitungkan/ diproses. Ya, Tapi jangan membebankan karena pelaksana maunya mahal aja. Sementara di Rencana Kerja Anggaran (RKA) KONI, anggarannya tidak sebesar itu makanya ketika meminta tanda tangan saya, ya, saya tolak. Bingung saya,” paparnya lebih lanjut.
Haris mengungkapkan, terkait pembangunan dua ruang tersebut, sebagai Ketua dirinya sudah membicarakan permasalahan dengan para wakil ketua. Lalu apa jawabannya?, Haris menuturkan jika mereka juga sama-sama bingung.
“Para wakil ketua juga sudah tahu. Dan mereka juga sama kebingungan. Karena nilainya tidak sesuai dengan RKA,” tutupnya. Red