Budaya  

Pesan Tersirat Dari Seorang Pemimpin Melalu Seni

KARAWANG | SUARAKARAWANG.COM | Tiba di penghujung acara dari rangkaian perhelatan yang digelar sejak (01/08/2022) dalam rangka HUT desa Wadas ke 39 dan HUT RI ke 77, kini dimeriahkan oleh gelaran seni Topeng, sebuah teater rakyat yang mengandalkan kekuatan akting, karakter, dengan bakat alam – dan ekperience, sebab penuh dengan improvisasi dan sudah barang tentu dengan banyolan-banyolan, ‘bodoran’ segar dan update, sabtu (03/09/2022).

Nggak main-main desa Wadas ini rupanya terlebih kepala Desanya yang emang gandrung kesenian (tradisional). Ki Lurah Haji Jujun Junaedi, selaku kepala Desa Wadas, kecamatan Telukjambe Timur, kabupaten Karawang menanamkan keyakinan sebagai ‘teureuh’ Sunda, dimana dalam setiap cabang seni (tradisional) mengandung makna dan ‘sanepa’, ajaran luhur dari para ‘Karuhun’, leluhur yang perlu ‘dimumule’. “Sunda itu susunan darajat manusa.” Ujarnya penuh hidmat.

Jam 20.00 acara dibuka pencak silat ‘pencugan’ oleh gadis bocah dari paguyuban seni Mustika Candrasari, dengan iringan tembang “Wangsit Siliwangi”.

Lalu ‘tembang’ Geboy – lagu sakral yang kerap dijadikan pembuka di setiap kesempatan seremonial di Desa Wadas. Kemudian ‘ngibing’ Jaipong dari beberapa penari secara bergantian lalu rampak. Tak lupa dengan ‘saweran’ dari beberapa ‘gegeden’.

Diisi pula sambutan kepala Desa Wadas Haji Jujun Junaedi. Inti yang ia sampaikan adalah keguyuban, kebersamaan, seperti dengan ajaran Sunda yang beliau yakini, dan acara Memancing sebagai penutup itu sebagai bukti kepedulian pada alam, lingkungan dan optimisme.

Lanjut pada peragaan pasang ‘Iket’ oleh paguyuban KIS (Komunitas Iket Sunda) area Karawang, dipandu oleh kang Ucek dan Uwa Henhen.

Bapak Lurah yang jadi peraga dengan model iket ‘Makuta Wangsa’, ada juga ‘Barangbang Semplak’ dan ‘Parekos Jengkol’ – untuk gegeden lain.

Juga ada model iket Parengkos Nangka, Maung Leumpang, Candra Sumirat, Praktis Parekos, Batu Kincir, Manca Putra dan lain-lain. “Ada sekitar 120 model iket yang ada di tatar Sunda,” Ungkap kang Ucek, sebagai bendahara KIS.

Dan Uwa Henhen, penggiat seni tradisi dan budayawan Karawang menambahkan bahwa, “Iket itu kias akan mengikat otak kita agar nggak puyar, seikat, sapagodos, sabilulungan.”

Menjelang malam, seni Topeng dibuka oleh seorang penari Topeng perempuan, dengan lenggak lenggok khas Karawangan, luwes tetapi rancak juga gerakan-gerakan ‘pencak silat’ yang dikenal dengan ‘Penjug’.

Topeng Penjug dimotori oleh Ki Ba’ong Sadewa, dari Pasir konci Sari Jaya, Majalaya, kabupaten Karawang, dengan bintang tamu bapak Limin “Buntung” dari Bekasi.

Grup Topeng Penjug yang berdiri pada 2010 ini sebagai kepanjangan dari grup Topeng sebelumnya yakni “Gamelan Celeng Mogok” pimpinan bapak Lurah Dablang, pada tahun 1946, kemudian dilanjutkan oleh istrinya, ibu Sati (Ma Boten) sampai 1986 hingga grup inipun pada akhirnya bubar.

Seni Topeng seperti kebanyakan seni tradisional lain bertahan hingga kini diantara seni moderen dan budaya pop lainnya yang lebih digandrungi kalangan muda. Namun masih berbesar hati kiranya manakala kesenian rakyat ini (folklor) dijaga oleh mereka yang peduli dan menghayatinya, termasuk satu diantaranya ialah Haji Jujun Junaedi, Kepala Desa yang nyeni itu. (JunBiull)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *